Home Berita Kebijakan Parkir Baru di Jakarta 2025 Sistem Digital dan Non Tunai Disiapkan...

Kebijakan Parkir Baru di Jakarta 2025 Sistem Digital dan Non Tunai Disiapkan untuk Transparansi

0

Jakarta sebagai ibu kota menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan transportasi, termasuk soal parkir. Mulai 2025, Pemprov DKI Jakarta mempersiapkan sejumlah kebijakan parkir baru di Jakarta yang akan mengubah cara masyarakat membayar parkir, pengawasan pendapatan parkir, dan struktur regulasi layanan parkir umum. Kebijakan baru ini tak hanya soal kenaikan tarif (meski itu kontroversial), tetapi lebih pada digitalisasi, transparansi, sistem parkir non tunai (cashless), sekaligus optimalisasi pajak parkir sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Banyak wacana yang beredar di masyarakat soal tarif parkir naik drastis, bahkan ada isu kenaikan hingga Rp 30.000 per jam. Namun Gubernur Pramono Anung menegaskan bahwa saat ini belum ada keputusan resmi terkait kenaikan tarif parkir, sementara yang sedang dikaji adalah implementasi parkir non tunai dan pengaturan ulang sistem parkir di kawasan kota. Artikel ini akan membahas detail kebijakan baru, latar belakang, tantangan, dan dampak yang bisa dirasakan publik jika kebijakan tersebut diterapkan.

Latar Belakang Reformasi Sistem Parkir Jakarta

Sebelum membahas kebijakan baru secara rinci, penting mengetahui mengapa Jakarta perlu reformasi sistem parkirnya. Salah satu tujuan utama adalah mengurangi kebocoran pendapatan parkir, meningkatkan transparansi, serta menyelaraskan parkir sebagai bagian integral dari manajemen transportasi kota.

Parkir bukan hanya soal tempat berhenti kendaraan, tetapi juga alat pengatur lalu lintas dan sumber PAD. Menurut data, pendapatan parkir dari retribusi dan pajak parkir memiliki potensi besar namun kerap bocor akibat manipulasi, pungutan liar, dan sistem pengawasan yang lemah.

Oleh karena itu, kebijakan baru parkir Jakarta di tahun 2025 dirancang dengan fokus: digitalisasi sistem, integrasi aplikasi (JakParkir), penghentian transaksi tunai, serta penataan ulang aturan parkir di ruas jalan dan gedung publik. Semua ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan dan layanan publik.

Elemen Utama Kebijakan Parkir Baru Jakarta

Berikut aspek utama dari kebijakan parkir baru di Jakarta yang sedang digodok atau diuji coba:

1. Parkir Non Tunai / Cashless

Gubernur DKI Pramono Anung secara terbuka menyatakan bahwa semua lokasi parkir yang dikelola Pemprov Jakarta akan diwajibkan menerapkan pembayaran non tunai (cashless). Dengan sistem ini, tidak akan ada transaksi manual berupa uang fisik di tempat parkir. Semua pembayaran harus melalui aplikasi, terminal elektronik, atau media digital lain sehingga pendapatan langsung tercatat dan masuk ke kas daerah.

2. Penggunaan Aplikasi JakParkir dan Terminal Parkir Elektronik

Digitalisasi parkir akan melibatkan aplikasi resmi JakParkir dan alat terminal parkir elektronik. Dengan alat ini, petugas parkir akan menggunakan mesin pencatat otomatis agar tarif, durasi parkir, dan pembayaran bisa dipantau real time.

Terminal parkir akan diintegrasikan dengan sistem backend pemerintah agar data pendapatan parkir lebih transparan. Konsep “smart parking” semacam ini sudah diterapkan di kota-kota maju dan dinilai efektif mengurangi kebocoran.

3. Penataan Ulang Tarif & Regulasi Parkir

Meski muncul kabar bahwa tarif parkir akan naik drastis, Gubernur Pramono membantah ada kenaikan resmi dalam waktu dekat. Meski begitu, kebijakan parkir baru Jakarta mencakup kajian ulang tarif parkir, terutama di lokasi strategis, gedung komersial, dan parkir tepi jalan.

Selain itu, regulasi lama Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2012 dan Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2017 akan dievaluasi ulang agar sesuai kondisi terkini.

4. Pajak Parkir 10% dari Pendapatan Bruto

Mulai tahun 2024, Pemprov DKI menetapkan bahwa pajak parkir bagi pengelola swasta di gedung atau lahan parkir adalah 10% dari pendapatan bruto. Artinya, operator parkir harus menyetorkan 10% dari total pendapatan parkir ke daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor parkir terhadap PAD dan mengurangi praktik manipulasi pendapatan.

Persepsi Publik & Respon Pemerintah

Kebijakan parkir baru membawa reaksi beragam dari masyarakat. Beberapa pihak mendukung upaya digitalisasi dan transparansi, sementara yang lain khawatir kenaikan tarif akan memberatkan pengguna kendaraan harian, terutama di pusat kota.

Beberapa poin kritis/persepsi publik:

  • Wacana kenaikan tarif parkir hingga Rp 30.000 per jam tersebar luas, meskipun itu dibantah pemerintah.
  • Pemerintah menegaskan bahwa yang sedang dikaji adalah sistem non tunai, bukan tarif tinggi instan.
  • Keberadaan parkir liar dan pungutan tak resmi (juru parkir liar) menjadi sorotan, dan pemerintah berniat memperketat pengawasan lokasi parkir ilegal.
  • Beberapa warga berharap bahwa ketika tarif disesuaikan, kompensasi seperti diskon waktu malam, pelanggan tetap, atau zona parkir prioritas bisa diterapkan agar tidak membebani masyarakat.

Tantangan Implementasi Kebijakan Parkir Baru

Meskipun kebijakan ini menjanjikan, ada beberapa tantangan nyata yang harus dihadapi agar kebijakan parkir baru Jakarta berjalan efektif:

  1. Infrastruktur Teknologi
    Banyak lokasi parkir, terutama parkir pinggir jalan, belum memiliki jaringan listrik, Wi-Fi, atau koneksi data untuk mesin terminal. Memasang perangkat elektronik di tempat-tempat seperti itu memerlukan investasi cukup besar.
  2. Kesiapan Operator Parkir Swasta & Juru Parkir
    Banyak juru parkir tradisional yang belum siap beralih ke sistem digital. Pelatihan dan transformasi operasional harus dilakukan agar mereka tidak kehilangan mata pencaharian secara drastis.
  3. Pengawasan & Penindakan Parkir Ilegal
    Lokasi parkir liar atau penggunaan lahan tidak sah tetap menjadi tantangan. Tanpa penegakan hukum yang kuat, kebijakan baru bisa mudah diakali.
  4. Keadilan Tarif & Kemampuan Membayar
    Jika tarif parkir dinaikkan di daerah strategis, pengguna mobil harian di pusat kota bisa terdampak berat. Pemerintah perlu menjaga proporsi tarif agar wajar dan tidak membebani.
  5. Sosialisasi & Penerimaan Publik
    Kebijakan semacam ini harus disosialisasikan dengan baik agar publik memahami mekanisme baru, manfaatnya, dan konsekuensi dari penggunaan non tunai. Tanpa pemahaman, bisa muncul resistensi.

Potensi Dampak Kebijakan Baru Parkir Jakarta

Implementasi kebijakan parkir baru di Jakarta diharapkan membawa beberapa dampak positif:

  • Pendapatan PAD meningkat dari sektor parkir, terutama melalui pajak 10% dan pengurangan kebocoran.
  • Transparansi & akuntabilitas lebih baik karena semua transaksi terekam digital.
  • Kualitas layanan publik meningkat, karena sistem lebih tertata dan adil.
  • Pengaturan lalu lintas menjadi lebih efektif, karena tarif dan alokasi parkir bisa digunakan sebagai instrumen pengendalian mobilitas.
  • Inovasi smart city makin nyata ketika integrasi parkir digital jadi bagian dari ekosistem kota pintar.

Namun potensi dampak negatif pun harus diantisipasi: beban biaya baru untuk pengemudi, resistensi petugas parkir tradisional, hingga kemungkinan kesenjangan layanan di area pinggiran kota.

Kebijakan parkir baru di Jakarta bukan sekadar wacana tarif naik, tetapi reformasi sistem parkir secara menyeluruh. Pemerintah DKI berniat mengubah sistem pembayaran ke non tunai, mensyaratkan penggunaan JakParkir dan terminal elektronik, serta menata ulang regulasi lama agar lebih sesuai zaman modern. Pajak parkir 10% juga menjadi bagian dari usaha maksimalisasi pendapatan daerah.

Meski banyak tantangan di depan, seperti infrastruktur, kesiapan operator, dan penerimaan publik, langkah ini bisa menjadi transformasi penting menuju kota Jakarta yang lebih tertib, transparan, dan modern. Publik tinggal cermat mengikuti perkembangan dan menyesuaikan kebiasaan parkir ke era digital.

FAQ

1. Apakah tarif parkir Jakarta resmi naik 2025?
Belum. Gubernur Pramono menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan resmi kenaikan tarif parkir.

2. Apakah parkir Jakarta akan non tunai saja?
Ya, kebijakan sedang diarahkan agar semua parkir dikelola secara cashless/non tunai agar transparan dan pendapatan masuk kas daerah.

3. Berapa pajak parkir yang berlaku untuk operator swasta?
Operator parkir swasta di gedung atau lahan parkir akan dikenai pajak sebesar 10% dari pendapatan bruto.

4. Apa regulasi lama yang akan diubah?
Regulasi lama seperti Peraturan Gubernur No. 120 Tahun 2012 dan Pergub No. 31 Tahun 2017 tentang layanan dan tarif parkir sedang menjadi objek evaluasi ulang.

5. Apa dampak positif kebijakan ini untuk masyarakat?
Masyarakat bisa mendapatkan layanan parkir lebih tertib, transparan, dan kemungkinan pendapatan parkir kota meningkat yang bisa dialokasikan untuk fasilitas publik.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version